Selasa, 05 November 2013

SIKAP PADA ORANG KAFIR


Secara harfiyah, kafir berasal dari kata kafara yang artinya menutup, yakni menutup hati dari keimanan dan ketundukan kepada Allah SWT sebagai Tuhan yang benar. Orang yang bersikap kufur kepada Allah dalam arti tidak mengakui Allah SWT sebagai Tuhan yang benar disebut dengan kafir. Sikap dan perbuatan yang mencerminkan kekufuran merupakan sesuatu yang tidak disukai Allah SWT, karenanya Dia tidak suka kepada orang yang kafir, Allah SWT berfirman:
“Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir”. (QS Ali Imran [3]:32).
Sejak awal misi dan dakwahnya, Rasulullah SAW selalu mendapat bimbingan dari Allah SWT agar memiliki sikap yang tegas terhadap orang-orang kafir dalam memegang prinsip-prinsip keislaman, bahkan ketegasan ini tidak hanya harus dimiliki oleh seorang Nabi, tapi juga oleh setiap muslim yang menjadi pengikut Nabi dan pelanjut risalahnya. Karena itu, kaum muslimin harus menunjukkan loyalitas (kesetiaan) kepada sesama muslim, bukan kepada orang kafir, meskipun ia saudara sendiri dari sisi hubungan darah. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa diantara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS At Taubah [9]:23).
Agar kita tidak termasuk orang yang setia kepada orang kafir, perlu kita pahami apa saja bentuk-bentuk kesetiaan pada orang kafir itu. Paling tidak, ada empat bentuk kesetiaan pada orang kafir yang bisa kita rujuk kepada Al-Qur’an dan Al Hadits.
      1. Menyerupai Sikap dan Tingkah Laku Kekafiran.
Menyerupai orang kafir dalam sikap dan tingkah laku yang bertentangan dengan Islam membuat seorang muslim termasuk ke dalam golongan orang kafir, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari mereka (HR. Abu Daud).
Menyerupai hal-hal yang dilakukan orang kafir namun tidak bertentangan dengan ajaran Islam tidaklah termasuk dalam kategori tasyabbuh atau meniru-niru mereka, misalnya orang kafir pakai jas dan dasi, tidak mengapa orang Islam menggunakannya juga. Namun bila orang kafir baik lelaki maupun wanitanya membuka aurat lalu kaum muslimin menirunya, maka inilah namanya meniru-niru mereka sehingga hal itu termasuk setia kepada mereka, begitulah seterusnya dalam segala hal yang bertentangan dengan nilai-nilai akidah, syari’ah dan akhlak yang bertentangan dengan Islam, meskipun mereka yang kafir itu bukan dari barat.
2. Menjadikan Teman Kepercayaan
Menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaan membuat mereka dijadikan sebagai tempat untuk konsultasi guna membantu memecahkan persoalan umat Islam yang membuat dibocorkannya rahasia umat Islam kepada mereka, padahal mereka membenci umat Islam, sehingga bisa jadi solusi atau pemecahan masalah yang diberikannya justeru akan merusak umat Islam. Karena itu jangan sampai seorang muslim menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaan apalagi dikalangan muslim sebenarnya ada yang mampu dan lebih pantas menjadi teman kepercayaan, Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”. (QS Ali Imran [3]:118).
Mengawali komentarnya terhadap ayat di atas, Quraish Shibab dalam tafsirnya menyatakan: Harta dan kecantikan atau ketampanan, apalagi bila ditawarkan kepada seseorang dapat menjerumuskannya. Orang-orang kafir tidak segan-segan menggunakan keduanya untuk menarik hati kaum muslim, sehingga daya tarik itu melahirkan persahabatan yang sedemikian kental sampai-sampai rahasia-rahasia yang tidak sewajarnya diketahui pihak lainpun dibocorkan kepada mereka yang bermaksud buruk itu.
3. Memuji Kemajuan yang Mereka Capai.
Dalam perkara duniawi kita akui bahwa orang-orang kafir apalagi pada zaman sekarang memperoleh kemajuan yang luar biasa, khususnya dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini membuat mereka termasuk dalam menata kehidupan di negerinya bisa berwujud pada keteraturan dan kedisiplinan yang serba otomatis dengan daya dukung teknologi itu. Hal ini memang membuat umat manusia menjadi kagum kepada mereka sehingga tidak sedikit dari kaum muslimin yang menunjukkan kekaguman itu secara berlebihan hingga memuji mereka “setinggi langit”, padahal banyak aspek kehidupan mereka yang lebih prinsip dan berharga sebagai manusia justeru mengalami kehancuran.
Loyalitas umat Islam terhadap orang kafir sampai ditunjukkan dalam bentuk pujian yang tidak berdasar seperti kalimat “mereka sudah Islam, hanya belum bersyahadat”. Pujian seperti ini membuat umat Islam lainnya menjadi minder sebagai muslim, padahal sebenarnya hal itu hanya kemajuan dan kenikmatan yang kecil, Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami coba mereka dengannya. Dan karunia Tuhanmu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS Thaha [20]:131).
Ayat di atas menyebutkan bahwa kemajuan yang mereka capai itu seperti bunga kehidupan, sebagaimana bunga yang hanya beberapa saat mekar dan indah, lalu setelah itu habis, kesemua itu sebenarnya untuk menguji kaum muslimin, apalagi sebenarnya umat Islam juga bisa mencapai ilmu dan teknologi sebagaimana yang mereka capai, bahkan lebih hebat dari itu.
4. Memintakan Ampun bagi Mereka
Bentuk loyalitas muslim terhadap orang kafir yang juga sangat tidak dibenarkan adalah memohonkan ampun untuk mereka, padahal ini merupakan sesuatu yang tidak bisa dilakukan, karena tidak ada ampunan untuk orang yang mati dalam kemusyrikan. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa selain syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS An Nisa [4]:116).
Karena Allah SWT tidak akan mengampuni orang kafir dengan sebab kemusyrikannya, maka seorang muslim, bahkan termasuk Nabi tidak boleh berdo’a memintakan ampun bagi mereka meskipun mereka adalah anggota keluarga kita sendiri, apalagi bila sudah meninggal dunia. Allah SWT berfirman:
“Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahannam”. (QS At Taubah [9]:113).
Dari uraian di atas, menjadi jelas bagi kita bahwa loyalitas kepada kaum muslimin harus kita tunjukkan, sedangkan kepada orang kafir harus kita hindari, namun bukan berarti kita tidak boleh bergaul dengan mereka, pergaulan kita dengan orang-orang kafir hanyalah sebatas hubungan kemanusiaan, itupun tidak sampai melanggar ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar