Minggu, 20 Oktober 2013

Menyambut Kepulangan Pak dan Bu Haji


13 Dzulhijjah adalah waktu terakhir di mana jamaah calon haji mengerjakan rukun dan wajibnya ibadah haji. Di Indonesia, 13 Dzulhijjah 1434 jatuh pada hari Jumat 18 Oktober 2013. Menurut rencana, kelompok terbang (Kloter) pertama Embarkasi Jakarta-Pondok Gede (JKG/01) akan menjadi rombongan pertama jamaah haji Indonesia yang dipulangkan ke Tanah Air. Saat itulah, secara kultural mereka “sah” dipanggil dengan sebutan “Pak Haji” “Bu Haji” maupun lainnya.

Di belahan negeri lain, nyaris tidak ditemukan “haji” dijadikan sebagai gelar. Bagi kelompok-kelompok yang gemar membid’ahkan kelompok lain yang tidak sepandangan dengan mereka, tentu panggilan ini adalah bid’ah. Namun beberapa orang dalam kelompok tersebut nyatanya tidak memersoalkan saat dirinya dipanggil dengan sebutan “Pak Haji”.

Terlepas dari itu, haji adalah ibadah sakral yang tidak semua orang sanggup menjalankannya. Sudah semestinya ibadah yang menjadi gelar personal tersebut memberi pengaruh yang signifikan atas perbaikan moral pemilik gelar. Yang sebelumnya, rajin korupsi, siapa tahu lantaran di Tanah Haram ditegur oleh Allah SWT dengan cara tertentu, sesampainya di tanah air bertobat dengan mengembalikan semua uang hasil korupsinya.

Namun lantaran syarat “kesanggupan” (istitho’ah) itu, sebagian orang justru menjadi takabur, merasa lebih baik ketimbang tetangganya yang belum berhaji. Padahal, seperti diingatkan oleh ulama-ulama tasawuf, barang siapa yang merasa jumawa setelah beribadah, maka amal ibadahnya sama sekali tidak memberi nilai tambah.

Namun memang banyak ironi di negeri ini. Muslim adalah mayoritas di negeri ini. Wajar jika kuota haji terbesar di dunia adalah Indonesia. Jumlah pendaftar ibadah haji setiap tahun selalu meningkat. Semua itu beriringan dengan indeks korupsi yang masih tinggi, sehingga Indonesia berada di peringkat atas negara dengan indeks korupsi yang buruk.
Panggilannya “Pak Haji” atau “Pak Ustadz” namun rajin sekali menyambangi kafe untuk melakukan lobi-lobi dan transaksi kotor menggarong anggaran negara.

Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar