Jumat, 25 Oktober 2013

ISLAM DAN BUDAYA DI INDONESIA


Islam pada hakikatnya datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan membawa mudlarat di dalam kehidupanya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.

Budaya asing yang masuk ke Indonesia menyebabkan multi efek. Budaya Indonesia perlahan-lahan semakin punah. Berbagai iklan yang mengantarkan kita untuk hidup gaul dalam konteks modern sehingga memunculkan banyaknya kepentingan para individu yang mengharuskan berada diatas kepentingan orang lain.

Akibatnya terjadi sifat individualisme semakin berpeluang untuk menjadi budaya kesehariannya. Ini semua sebenarnya terhantui akan praktik budaya yang sifatnya hanya memuaskan kehidupan semata. Sebuah kebobrokan ketika bangsa Indonesia telah pudar dalam bingkai kenafsuan belaka berprilaku yang sebenarnya tidak mendapatkan manfaat sama sekali jika dipandang dari sudut keislaman. Artinya di zaman sekarang ini manusia hidup dalam tingkat hedonisme yang sangat tinggi berpikir dalam jangka pendek hanya mencari kepuasaan belaka dimana kepuasaan tersebut yang menyesatkan umat Islam untuk berprilaku.
Kebudayaan memperoleh perhatian yang serius dalam Islam karena mempunyai peran yang sangat penting untuk membumikan ajaran utama sesuai dengan kondisi dan kebutuhan hidup umat Islam. Sebagimana paparan di atas bahwa kebudayaan Islam merupakan kebudayaan yang sesuai  dengan nilai-nilai atau norma-norma Islam, maka prinsip-prinsip kebudayaan dalam Islam merujuk pada sumber ajaran Islam yaitu; Pertama, menghormati akal. Manusia dengan akalnya bisa membangun kebudayaan baru. Oleh karenanya kebudayaan Islam menempatkan akal pada posisi terhormat. Kebudayaan Islam tidak akan menampilkan hal-hal yang dapat merusak akal manusia. Prinsip ini diambil dari firman Allah:

”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda ( kebesaran Allah) bagi orang yang berakal” (Q.S.Al-Imran,3:190).
Kedua, memotivasi untuk menuntut dan mengembangkan ilmu. Dengan semakin berkembangnya ilmu seseorang maka dengan sendirinya kebudayaan Islam akan semakin maju. Hal ini senada dengan dengan firman Allah Swt :

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.  Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Mujadallah 58:11).

Ketiga, menghindari taklid buta. Kebudayaan Islam hendaknya mengantarkan umat Islam manusia untuk tidak menerima sesuatu sebelum diteliti, tidak asal mengikuti orang lain tanpa tahu alasanya, meski dari kedua orang tua atau nenek moyang sekalipun. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt :
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani semua itu akandiminta pertanggungjawabanya” (Q.S.Al-Isra 17:36).
Keempat, tidak membuat kerusakan. Kebudayaan Islam boleh dikembangkan seluas-luasnya oleh manusia itu sendiri, namun tetap harus mempertimbangkan keseimbangan alam agar tidak terjadi kerusakan di muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah Swt :

”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Q.S.Al-Qashash 28:77).

Manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk mengolah, mengelola dan memakmurkan bumi tempat dia tinggal. Manusia dipersilahkan untuk mengembangkan kebudayaan sesuai dengan  kapasitasnya sebagai hamba dan khalifah di muka bumi ini, tentunya dengan batasan-batasan yang ditetapkan syariat Islam.

Dengan demikian, pesan normatif dan realita sempirik yang hadir dari proses perjalanan sejarah agama ini, telah mendorong penyebarannya yang begitu pesat dan bergerak cepat keberbagai belahan dunia, hingga Islam sebagai ajaran tauhid ini sampai pula dan telah dianut kuat oleh masyarakat Indonesia. Islam bukan hanya mewarnai dan memberi arah perjuangan bangsa ini hingga mencapai kemerdekaannya tetapi lebih jauh Islam merekatkan wilayah-wilayah nusantara dalam kultur keIndonesiaan yang kuat, yang kelak menjadi modal utama integrasi bangsa dan sebagai transformator masyarakat. Ini berarti keislaman dan keindonesiaan telah demikian menyatu.

Persenyawaan keislaman dan keindonesiaan ini telah membangun jati diri bangsa, sehingga tidak bisa dipungkiri dan tidak ada alasan bagi masyarakat bangsa Indonesia ini bersikap gamang dan galau apalagi kehilangan arah dan pegangan dalam menghadapi globalisasi dalam dewasa ini. Karena itu, kini saatnya untuk menggali jati diri kita sendiri sebagai umat muslim Indonesia. Sebab ini akan makin meneguhkan identitas kita sebagai bangsa Muslim terbesar yang berperadaban yang luhur dan berintegritas tinggi. Dengan modal ini maka masyarakat Indonesia ini akan kembali bangkit dengan penuh percaya diri dihadapan globalisasi yang tak terelakkan. Agama memberikan warna pada kebudayaan, sedangkan kebudayaan memberi kekayaan terhadap agama.

Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar