Kamis, 11 April 2013

Hikmah Dibalik Bencana






Siapa yang tidak kenal Indonesia? Negara yang terhampar dari Sabang sampai Merauke ini mempunyai berjuta kekayaan alam yang melimpah, gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo. Kata inilah yang mampu menggambarkan kekayaan Indonesia. Selain kaya budaya, bahasa, agama dan adat istiadat, ternyata belakangan ini bumi pertiwi juga tercatat sebagai negara yang kaya akan musibah bencana alam. Hal ini, disebabkan oleh posisi Indonesia yang terletak pada daerah pertemuan tiga lempeng besar yang aktif, yaitu lempeng Pasifik, lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia.

Dalam beberapa tahun ini, musibah silih berganti menerjang bangsa Indonesia, seperti: banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, yang hampir merata di seluruh pelosok tanah air. Kondisi alam inilah yang memaksa masyarakat berdesak-desakan di wilayah pengungsian, berjuang melawan ketidaknyamanan untuk mempertahankan hidup, sambil menunggu bantuan yang akan diberikan oleh saudara-saudaranya. Berawal dari peristiwa tsunami di Aceh yang menelan korban 285.000 jiwa, disusul gempa di Jogja dan Jawa Barat. Bencana geologi terkini adalah bencana gempa bumi yang menimpa masyarakat Padang, Sumatera Barat dan sekitarnya.
Dua Macam Bencana

Bencana apapun yang dipandang buruk oleh manusia sebetulnya tidak terlepas dari dua macam, yaitu:
Pertama: bencana yang memang merupakan sunnatullah. Contohnya adalah gempa bumi, tsunami, meletusnya gunung merapi, kekeringan dalam jangka waktu lama, dan lain-lain. Bencana ini dapat menimpa siapapun. Bencana alam dalam kategori ini semata-mata dimaksudkan untuk menunjukkan ke-Mahakuasaan Allah. Allah Swt. berfirman dalam surat Ar-Ra’d ayat 41:

Artinya:
“Apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi bumi, lalu Kami mengurangi bumi itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya, Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya.” (Q.S.Ar-Ra’d: 41).
Sebagian ahli tafsir menerangkan bahwa maksud dari “Kami mengurangi bumi itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya” adalah dengan tenggelamnya sebagian bumi, gempa, dan berbagai macam bencana. Semua ini, sebagaimana terungkap dalam ayat di atas, adalah semata-mata atas kehendak-Nya.

Kedua: bencana yang diakibatkan oleh tangan-tangan manusia. Contohnya adalah banjir yang disebabkan oleh penebangan hutan secara liar, wabah kemiskinan dan kelaparan di tengah-tengah kekayaan alam yang melimpah ruah akibat kekayaan tersebut diserahkan kepada pihak asing, merajalelanya kemaksiatan dan kriminalitas akibat hukum-hukum Allah tidak dilaksanakan, mewabahnya penyakit kelamin (seperti HIV/AIDS) akibat pergaulan seks bebas, dan lain-lain. Allah SWT berfirman berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 41:

Artinya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar-Rum: 41)
Bencana yang datang, sebenarnya diakibatkan karena tidak adanya rasa syukur dalam diri manusia atas nikmat yang telah dilimpahkan Allah Swt. Dari sebab pengingkaran tersebut, Allah memberikan balasan dalam bentuk bencana dan penyakit. Perhatikan firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 112:

Artinya;
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (Q.S. An-Nahl:112)
Maka, sikap manusia dalam menghadapi musibah bencana yang pertama seharusnya meliputi tiga hal:
Pertama, setiap manusia harus meyakini bahwa musibah apapun yang terjadi memang telah digariskan oleh Allah Swt. sebagaimana yang difirmankan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 51:

Artinya:
“Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (Q.S. At-Taubah: 51)
Kedua, menyadari bahwa segala bentuk bencana alam yang merupakan sunatullah itu merupakan bukti dari ke-Mahakuasaan Allah. Dengan itulah, kita seharusnya menyadari betapa manusia ini sangat lemah dan tidak berdaya di hadapan ke-Mahakuasaan Allah. (Lihat: Q.S. Ar-Ra’d: 41 di atas).
Ketiga, kesabaran. Dengan bencana alam yang Allah timpakan ke muka bumi ini, sebetulnya Allah  SWT hendak menguji kesabaran manusia. Lalu Dia menciptakan berbagai macam bencana seperti wabah kelaparan akibat kurangnya makanan, wabah kekeringan, hilangnya harta bahkan nyawa akibat bencana alam, dan lain sebagainya. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 155-156:

Artinya:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”. (Q.S.2:155-156)
Adapun untuk menyikapi musibah bencana yang kedua yang terjadi akibat ulah manusia, selain keimanan, kesabaran dan kesadaran di atas, manusia juga perlu satu hal lain, yakni bertaubat dan kembali secara total pada hukum Allah, dengan kembali melaksanakan syariat-Nya dalam kehidupan ini. Sebab, dengan bencana jenis kedua ini, Allah memang menghendaki agar manusia mau kembali ke jalan-Nya. Allah Swt. berfirman dalam surat Ar-Rum ayat :41 “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar-Rum:41)
Momentum Kebersamaan
Kaum muslimin yang menyaksikan saudara-saudara mereka yang tertimpa musibah bencana alam sudah semestinya ikut prihatin dan memberikan bantuan, baik moril maupun materil, sebagai wujud ukhuwah Islamiyah. Rasulullah saw. bersabda: “Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain. Siapa saja yang berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa saja yang menghilangkan kesusahan dari seorang Muslim, Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya pada hari kiamat.   (HR Muttafaq ‘alaih).
Maka mereka sudah selayaknya, berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan bantuan kepada para korban yang tertimpa bencana, bukan sekadar dari aspek materialnya saja, melainkan juga dari aspek penjagaan akidah (iman) dan keislamannya.
Ikhtitam
Bagi seorang muslim, musibah apapun seharusnya dapat semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt. seraya memelihara kesabaran dan ketawakalan kepada-Nya. Musibah sejatinya membuahkan peningkatan iman seorang mukmin, bertambah baiknya hubungan dirinya dengan Allah, serta semakin sempurnanya kedekatan dirinya dengan-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Alangkah mengagumkan keadaan seorang Mukmin, seluruh perkaranya adalah kebaikan. Jika dia mendapatkan nikmat, dia bersyukur; itulah kebaikan baginya. Jika dia tertimpa musibah, dia bersabar; itu pun kebaikan baginya.” (HR Muslim).
Bencana yang menimpa manusia hanyalah semata-mata ujian dari Allah SWT. agar manusia beriman dan bertakwa kepadanya. Firman Allah dalam surat Al-A’raaf ayat 96:

Artinya:
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Q.S.Al-A’raf:96)

Terakhir, marilah kita sama-sama berdoa kepada Allah, semoga memberikan rahmat kepada korban yang meninggal, dan memberikan ketabahan kepada keluarga yang ditinggalkan. Amin.


1 komentar: