Jumat, 30 Agustus 2013

ANUGERAH DAN AMANAH



Ada banyak sunnah Rasulullah SAW yang harus kita laksanakan dalam kehidupan kita sebagai seorang Muslim. Salah satunya adalah yang terkait dengan telah dilahirkannya seorang anak, yakni aqiqah. Secara harfiyah, aqiqah artinya sembelihan untuk anak yang baru dilahirkan. Pada saat anak dilahirkan, orang tuanya menyembelihkan kambing pada hari ketujuh dari kelahirannya, satu ekor kambing bila yang dilahirkan anak perempuan dan dua ekor bila yang dilahirkan anak laki-laki. Ini merupakan salah satu ibadah yang hukumnya sunnah muakkad, sesuatu yang sangat ditekankan untuk kita laksanakan.

            Anak merupakan anugerah atau pemberian dari Allah SWT. Lahir dan terciptanya seorang anak bukanlah karya bapak dan ibunya, karena bapak dan ibunya hanyalah sebab. Karenanya, sebagai penyebab seseorang tidak bisa memastikan keturunannya lahir seratus persen sebagaimana yang didambakan. Ada kalanya seorang bapak ingin punya anak laki-laki tetapi yang lahir malah perempuan atau sebaliknya. Karena anugerah, maka setiap kelahiran seorang anak haruslah kita syukuri dan kita pun turut berbahagia karena satu lagi warga dunia sudah dilahirkan. Itu sebabnya, sudah selayaknya kita bergembira dan mengucapkan selamat atas kelahiran anak dari saudara, sahabat dan tetangga kita. Dengan demikian, anak keberapa pun yang dilahirkan dari sahabat atau saudara dan tetangga kita, janganlah kita merasa keberatan apalagi sampai menumbuhkan rasa pesimis atau berkecil hati kepadanya akan kemungkinan ia bisa membesarkan dan mendidik sang anak dengan baik.

Di samping anugerah, anak juga amanah atau titipan dari Allah SWT yang harus dipelihara dengan sebaik-baiknya sehingga pada saatnya ia kembali dalam kematiannya, ia mati dalam keadaan suci sebagaimana dilahirkan. Di sinilah letak tanggung jawab orang tua untuk selalu menjaga kesucian pribadi sang anak. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orangtuanyalah yang bertanggung jawab apakah anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Imam Malik, Al-Bukhari dan Muslim).

Empat Keharusan Orang Tua
            Untuk membuktikan diri sebagai orangtua yang bersyukur atas anugerah anak dan sekaligus membuktikan bahwa mereka pandai menjaga amanah dari Allah SWT, setidaknya ada ada empat  hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh orangtua terhadap anak-anaknya. 

Pertama, mendidik anak dengan memberikan bimbingan akhlak yang mulia sehingga anak mengerti mana yang baik dan mana yang tidak, selanjutnya yang baik dilaksanakan dalam kehidupan dan yang buruk ditinggalkan. Dalam proses pendidikan kepada anak, orang tua tidak cukup hanya memberikan arahan-arahan atau sekedar instruksi, tetapi orang tua harus mengikuti secara langsung perkembangan kepribadian sang anak sehingga dalam kaitan ini orangtua juga harus bergaul seakrab mungkin dengan anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda: “Bergaullah dengan anak-anakmu dan bimbinglah kepada akhlak yang mulia” (HR. Muslim).

            Mendidik anak agar menjadi generasi yang shaleh dengan akhlaknya yang mulia merupakan bagian terpenting dari tanggung jawab orangtua dalam mencegah anggota keluarganya dari api neraka. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS. At-Tahrim: 6).

Kedua, yang harus diperhatikan oleh orang tua terhadap anaknya adalah memberi nafkah yang halal dan baik. Hal ini merupakan kewajiban atau tanggung jawab yang sangat penting. Jika terjadi perceraian antara suami dengan istri atau bapak dengan ibu, lalu sang anak mengikuti ibunya, maka tanggung jawab tetap terletak kepada bapak dalam menafkahi anaknya. Bila seorang bapak tidak menafkahi anaknya dengan nafkah yang baik, maka ia disebut sebagai orangtua yang tidak bertanggung jawab kepada anaknya. Rasulullah SAW bersabda: “Cukuplah seseorang itu dianggap berdosa jika dia menyia-nyiakan orang yang menjadi  tanggungannya” (HR. Abu Daud, Nasa`i dan Hakim).

            Karena seorang bapak harus menafkahi anaknya di samping istrinya atau ibu dari anak-anaknya, maka menjadi keharusan baginya untuk mencari nafkah secara halal dan bersungguh-sungguh. Jika demikian, Allah SWT menjadi senang kepadanya dan ia pun disejajarkan dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil. Barangsiapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza Wa Jalla (HR. Ahmad).

Ketiga, berlaku adil terhadap anak dengan memberi perlakuan yang sama kepada mereka. Misalnya orang tua mempunyai dua anak, yang satu cantik yang satu lagi jelek, pada saat bepergian, anak yang cantik yang selalu diajak sedang anak yang jelek selalu ditinggal di rumah, sikap ini merupakan sikap yang tidak adil kepada anak. Permisalan serupa misalnya anak laki-laki yang disekolahkan hingga perguruan tinggi, sedang anak perempuan cukup hanya sampai tingkat SLTA atau SLTP. Perlakuan orangtua yang tidak adil kepada anak-anaknya akan membuat kekecewaan sang anak kepada orangtuanya di samping hal itu juga akan membuat sang anak bila kelak mempunyai anak, ia tidak mendapatkan pengalaman yang baik untuk diteruskan kepada anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda: “Persamakan di antara anak-anakmu dalam pemberian, dan seandainya aku boleh memberikan kelebihan kepada salah satu di antara mereka, pasti akan aku berikan kepada anak perempuan (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Keempat, memberikan kasih sayang kepada anak dengan memperlakukan mereka sebaik mungkin. Jangankan anak, manusia kadang-kadang memiliki binatang peliharaan yang diurus dan disayang serta diperhatikan. Kalau binatang peliharaan saja sedemikian disayang, sudah semestinyalah anak sendiri lebih disayang. Rasulullah SAW menunjukkan kepada para sahabat dan kita semua sebagai umatnya bahwa beliau begitu sayang kepada anak-anaknya. Dalam suatu riwayat disebutkan: Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW mencium (menyayangi) Hasan dan Husain (cucu-cucu Nabi SAW), sedang saat itu ada Aqra bin Habis Al-Tamimi yang berkata: ‘Aku punya sepuluh anak, tak seorang pun di antara mereka yang aku cium.’ Rasulullah SAW menoleh kepadanya dan bersabda: “Siapa yang tidak mengasihi, tidak akan dikasihi (HR. Bukhari dan Muslim).

            Meskipun demikian, kasih sayang kepada anak bukan berarti anak terlalu dimanja hingga sang anak tidak bisa mandiri, apalagi bila orangtua sampai tidak bisa menunjukkan sikap tegasnya terhadap kesalahan yang dilakukan sang anak. Mengenai hal ini, Rasulullah SAW bersabda: “Perintahkanlah anak-anakmu salat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah (jika menolak perintah salat, dengan pukulan yang bersifat mendidik dan tidak menyiksa) apabila ia berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidurnya (dari saudaranya yang berlainan jenis kelamin)” (HR. Abu Daud).
            Manakala orangtua telah berperan secara baik dan menjalankan kewajiban terhadap anak-anaknya, insya Allah sang anak akan menjadi anak yang saleh dan menjadi penopang yang sangat penting bagi terwujudnya keluarga yang bahagia, tidak hanya di dunia tetapi juga dalam kehidupan di akhirat nanti.

Sumber: Lazuardi Birru

1 komentar:

  1. http://brillyelrasheed.blogspot.com/2014/05/amanah-menjelang-qiyamah.html

    BalasHapus